Pernikahan adat Jawa adalah salah satu bentuk pernikahan yang masih banyak dipraktikkan di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Pernikahan adat Jawa memiliki ciri khas yang berbeda dengan pernikahan adat lainnya, baik dari segi prosesi, busana, maupun maknanya. Pernikahan adat Jawa juga dipengaruhi oleh norma-norma agama, terutama Islam, yang menjadi mayoritas di Jawa. Dalam artikel ini, kita akan mengenal lebih dekat tentang pernikahan adat Jawa, mulai dari prosesi, busana, hingga maknanya.
Prosesi Pernikahan Adat Jawa
Prosesi pernikahan adat Jawa terdiri dari beberapa tahapan yang harus dilalui oleh calon pengantin dan keluarganya. Berikut adalah beberapa tahapan yang umum dilakukan dalam pernikahan adat Jawa:
- Nontoni. Tahap ini adalah tahap pertama dalam pernikahan adat Jawa, yaitu ketika keluarga laki-laki datang ke rumah perempuan untuk melihat calon pengantinnya secara langsung. Biasanya, tahap ini dilakukan setelah kedua keluarga sepakat untuk menjodohkan anak-anak mereka. Dalam tahap ini, keluarga laki-laki membawa seserahan berupa bunga, buah, kue, dan uang sebagai tanda hormat dan keseriusan mereka.
- Petung. Tahap ini adalah tahap kedua dalam pernikahan adat Jawa, yaitu ketika kedua keluarga menentukan tanggal dan waktu pernikahan yang baik dan sesuai dengan perhitungan astrologi Jawa. Tahap ini biasanya dilakukan oleh orang tua atau kerabat yang ahli dalam ilmu petung. Dalam tahap ini, kedua keluarga juga menentukan besarnya mas kawin yang akan diberikan oleh laki-laki kepada perempuan.
- Pasang Tarub. Tahap ini adalah tahap ketiga dalam pernikahan adat Jawa, yaitu ketika kedua keluarga memasang tenda atau tratag dan janur kuning atau tarub di depan rumah pengantin. Tenda atau tratag berfungsi sebagai tempat untuk menyelenggarakan pesta pernikahan, sedangkan janur kuning atau tarub berfungsi sebagai penanda bahwa ada hajatan di rumah tersebut. Janur kuning atau tarub juga memiliki makna sebagai doa agar pengantin mendapatkan berkah dan rahmat dari Tuhan.
- Srah-Srahan. Tahap ini adalah tahap keempat dalam pernikahan adat Jawa, yaitu ketika keluarga laki-laki datang kembali ke rumah perempuan untuk menyerahkan mas kawin dan seserahan. Mas kawin adalah uang atau barang yang diberikan oleh laki-laki kepada perempuan sebagai tanda penghargaan dan tanggung jawab. Seserahan adalah barang-barang yang diberikan oleh laki-laki kepada perempuan sebagai tanda cinta dan kasih sayang. Seserahan biasanya berupa pakaian, perhiasan, perlengkapan mandi, perlengkapan sholat, dan lain-lain. Dalam tahap ini, kedua keluarga juga saling memberikan hadiah sebagai tanda persahabatan dan kekeluargaan.
- Siraman. Tahap ini adalah tahap kelima dalam pernikahan adat Jawa, yaitu ketika calon pengantin perempuan disiram dengan air bunga oleh orang tua dan kerabatnya. Air bunga adalah air yang dicampur dengan bunga-bunga harum seperti melati, mawar, kenanga, dan lain-lain. Tujuan dari siraman adalah untuk membersihkan diri calon pengantin perempuan dari segala kotoran dan dosa, serta untuk memberikan kesegaran dan keharuman. Dalam tahap ini, calon pengantin perempuan juga dipakaikan pakaian adat Jawa yang disebut sebagai dodot.
- Kembar Mayang. Tahap ini adalah tahap keenam dalam pernikahan adat Jawa, yaitu ketika calon pengantin laki-laki dan perempuan masing-masing membawa rangkaian bunga yang disebut sebagai kembar mayang. Kembar mayang terbuat dari akar, batang, daun, bunga, dan buah kelapa yang dirangkai sedemikian rupa sehingga memiliki bentuk setinggi satu meter lebih. Kembar mayang memiliki makna sebagai simbol kebijaksanaan yang harus dimiliki oleh calon pengantin dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Dalam tahap ini, calon pengantin laki-laki dan perempuan juga dipakaikan pakaian adat Jawa yang disebut sebagai beskap.
- Midodareni. Tahap ini adalah tahap ketujuh dalam pernikahan adat Jawa, yaitu ketika calon pengantin perempuan didoakan oleh orang tua dan kerabatnya di malam sebelum hari pernikahan. Midodareni berasal dari kata widodari, yang berarti bidadari. Dalam tahap ini, calon pengantin perempuan dianggap sebagai bidadari yang akan segera meninggalkan dunia dan bersatu dengan pasangannya. Dalam tahap ini, calon pengantin perempuan juga diberikan nasihat-nasihat oleh orang tua dan kerabatnya tentang bagaimana menjadi istri yang baik dan sholehah.
- Panggih. Tahap ini adalah tahap kedelapan dalam pernikahan adat Jawa, yaitu ketika calon pengantin laki-laki dan perempuan bertemu untuk pertama kalinya di hari pernikahan. Panggih berasal dari kata panggah, yang berarti bertemu. Dalam tahap ini, calon pengantin laki-laki datang ke rumah perempuan dengan diiringi oleh rombongan pengantin pria. Calon pengantin laki-laki kemudian disambut oleh calon pengantin perempuan dan keluarganya dengan upacara adat yang meliputi beberapa ritual, seperti:
- Sinduran. Ritual ini adalah ritual ketika calon pengantin laki-laki dan perempuan saling memberikan sindur atau bubuk kuning di dahi masing-masing sebagai tanda pengenalan dan penghormatan.
- Kacar-Kucur. Ritual ini adalah ritual ketika calon pengantin laki-laki memberikan uang logam atau koin kepada calon pengantin perempuan sebagai tanda kemakmuran dan kesejahteraan.
- Dahar Klimah. Ritual ini adalah ritual ketika calon pengantin laki-laki dan perempuan saling memberikan makanan yang terdiri dari nasi, lauk, dan buah-buahan sebagai tanda kasih sayang dan kebersamaan.
- Sungkeman. Ritual ini adalah ritual ketika calon pengantin laki-laki dan perempuan saling sujud kepada orang tua dan kerabatnya sebagai tanda hormat dan permintaan restu.
- Wiji Dadi. Ritual ini adalah ritual ketika calon pengantin laki-laki dan perempuan saling memecahkan telur ayam di atas kaki masing-masing sebagai tanda kesuburan dan keturunan.
- Balangan Suruh. Ritual ini adalah ritual ketika calon pengantin laki-laki dan perempuan saling menyapu daun sirih di atas kepala masing-masing sebagai tanda kesucian dan keharuman.
- Ngidak Tigan. Tahap ini adalah tahap kesembilan dalam pernikahan adat Jawa, yaitu ketika calon pengantin laki-laki dan perempuan melakukan akad nikah di depan penghulu atau pejabat agama. Ngidak tigan berasal dari kata ngidhak, yang berarti mengucapkan, dan tiga, yang berarti tiga kali. Dalam tahap ini, calon pengantin laki-laki mengucapkan ijab kabul atau janji pernikahan kepada calon pengantin perempuan sebanyak tiga kali, sementara calon pengantin perempuan mengucapkan qobul atau penerimaan sebanyak tiga kali. Setelah akad nikah selesai, kedua calon pengantin saling memberikan cincin sebagai tanda ikatan pernikahan.
- Resepsi. Tahap ini adalah tahap kesepuluh dan terakhir dalam pernikahan adat Jawa, yaitu ketika calon pengantin laki-laki dan perempuan menerima ucapan selamat dan doa dari tamu undangan. Resepsi biasanya dilakukan di tenda atau tratag yang telah dipasang sebelumnya. Dalam tahap ini, calon pengantin laki-laki dan perempuan duduk di atas pelaminan yang dihiasi dengan bunga dan kain. Tamu undangan yang datang biasanya membawa amplop berisi uang atau barang sebagai tanda kasih dan dukungan. Dalam tahap ini, calon pengantin laki-laki dan perempuan juga menikmati hidangan yang disediakan oleh keluarga atau katering.
Busana Pernikahan Adat Jawa
Busana pernikahan adat Jawa memiliki ciri khas yang kental dengan nuansa budaya Jawa. Busana pernikahan adat Jawa terdiri dari beberapa bagian, yaitu:
- Dodot. Dodot adalah pakaian adat Jawa yang dipakai oleh calon pengantin perempuan saat siraman dan midodareni. Dodot terbuat dari kain batik yang panjang dan lebar, yang dililitkan di sekitar tubuh dan pinggang. Dodot memiliki makna sebagai simbol kesucian dan keanggunan calon pengantin perempuan. Dodot biasanya berwarna putih, merah, atau kuning, dengan motif batik yang bermacam-macam, seperti parang, truntum, kawung, dan lain-lain.
- Beskap. Beskap adalah pakaian adat Jawa yang dipakai oleh calon pengantin laki-laki dan perempuan saat panggih, ngidak tigan, dan resepsi. Beskap terdiri dari baju lengan panjang yang berkerah dan berlapis, serta celana panjang yang ketat. Beskap memiliki makna sebagai simbol kejantanan dan keperkasaan calon pengantin laki-laki, serta simbol kesetiaan dan ketaatan calon pengantin perempuan. Beskap biasanya berwarna hitam, coklat, atau biru, dengan hiasan berupa bordir atau payet di bagian dada dan lengan.
- Selendang. Selendang adalah kain panjang yang dipakai oleh calon pengantin laki-laki dan perempuan di sekitar leher atau bahu saat panggih, ngidak tigan, dan resepsi. Selendang memiliki makna sebagai simbol pengikat dan pelindung calon pengantin laki-laki dan perempuan. Selendang biasanya berwarna senada dengan beskap, dengan motif batik yang sama atau berbeda.
- Sesek. Sesek adalah kain panjang yang dipakai oleh calon pengantin laki-laki di sekitar pinggang saat panggih, ngidak tigan, dan resepsi. Sesek memiliki makna sebagai simbol kekuatan dan kewibawaan calon pengantin laki-laki. Sesek biasanya berwarna senada dengan beskap, dengan motif batik yang sama atau berbeda.
- Sumping. Sumping adalah hiasan berupa bunga atau bulu yang dipakai oleh calon pengantin laki-laki dan perempuan di telinga saat panggih, ngidak tigan, dan resepsi. Sumping memiliki makna sebagai simbol keindahan dan keserasian calon pengantin laki-laki dan perempuan. Sumping biasanya berwarna senada dengan beskap, dengan bentuk yang bermacam-macam, seperti melati, mawar, cempaka, dan lain-lain.
- Gelung. Gelung adalah hiasan berupa sanggul atau ikat rambut yang dipakai oleh calon pengantin perempuan di kepala saat panggih, ngidak tigan, dan resepsi. Gelung memiliki makna sebagai simbol kehormatan dan kewajiban calon pengantin perempuan. Gelung biasanya berwarna senada dengan beskap, dengan hiasan berupa bunga, payet, atau mutiara.
- Perhiasan. Perhiasan adalah hiasan berupa kalung, gelang, anting, cincin, atau bros yang dipakai oleh calon pengantin laki-laki dan perempuan saat panggih, ngidak tigan, dan resepsi. Perhiasan memiliki makna sebagai simbol kemewahan dan kebahagiaan calon pengantin laki-laki dan perempuan. Perhiasan biasanya berwarna emas, perak, atau kuningan, dengan bentuk yang bermacam-macam, seperti bunga, binatang, atau geometris.
Makna Pernikahan Adat Jawa
Pernikahan adat Jawa memiliki makna yang mendalam dan filosofis bagi calon pengantin laki-laki dan perempuan, serta keluarga dan masyarakatnya. Berikut adalah beberapa makna dari pernikahan adat Jawa:
- Pernikahan adat Jawa adalah perwujudan dari rasa syukur dan hormat kepada Tuhan, orang tua, dan leluhur. Pernikahan adat Jawa dilakukan dengan mengikuti tata cara dan aturan yang telah ditetapkan oleh agama dan adat istiadat. Pernikahan adat Jawa juga dilakukan dengan memohon restu dan doa dari Tuhan, orang tua, dan leluhur, agar pernikahan berjalan lancar dan berkah.
- Pernikahan adat Jawa adalah perwujudan dari rasa cinta dan kasih sayang antara calon pengantin laki-laki dan perempuan. Pernikahan adat Jawa dilakukan dengan saling memberikan hadiah, makanan, dan perhiasan antara calon pengantin laki-laki dan perempuan. Pernikahan adat Jawa juga dilakukan dengan saling mengucapkan janji dan ikrar pernikahan di depan penghulu atau pejabat agama, serta saling memberikan cincin sebagai tanda ikatan pernikahan.
- Pernikahan adat Jawa adalah perwujudan dari rasa persahabatan dan kekeluargaan antara kedua keluarga calon pengantin. Pernikahan adat Jawa dilakukan dengan saling berkunjung, berdialog, dan berkoordinasi antara kedua keluarga calon pengantin. Pernikahan adat Jawa juga dilakukan dengan saling memberikan seserahan, mas kawin, dan hadiah antara kedua keluarga calon pengantin, serta saling sujud dan sungkem sebagai tanda hormat dan permintaan restu.
- Pernikahan adat Jawa adalah perwujudan dari rasa kebersamaan dan keterlibatan antara calon pengantin dan masyarakat. Pernikahan adat Jawa dilakukan dengan mengundang dan menerima tamu undangan dari berbagai kalangan, baik kerabat, tetangga, sahabat, maupun rekan kerja. Pernikahan adat Jawa juga dilakukan dengan menyediakan hidangan dan hiburan bagi tamu undangan, serta menerima ucapan selamat dan doa dari tamu undangan.
Demikianlah artikel tentang pernikahan adat Jawa yang saya buat. Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan Anda tentang budaya Jawa.